<< Belajar membuat blogSalamat Datang Di Blog Saya >>

Rabu, 10 Januari 2018

SISTEM MANAJEMEN K3

Sekilas tentang Sistem Manajemen K3, secara normatif sebagaimana terdapat pada PER. 05/MEN/1996 pasal 1, Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) adalah bagian dari sistem manajemen keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pen capaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan K3 dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.



Tujuan dan sasaran SMK3 adalah terciptanya sistem K3 di tempat kerja yang melibatkan segala pihak sehingga dapat mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja dan terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif. Karena Sistem Manajemen K3 bukan hanya tuntutan pemerintah, masyarakat, pasar, atau dunia internasional saja tetapi juga tanggungjawab pengusaha untuk menyediakan tempat kerja yang aman bagi pekerjanya.

Selain itu penerapan Sistem Manajemen K3 juga mempunyai banyak manfaat bagi industri kita antara lain :

Manfaat langsung:
  1. Mengurangi jam kerja yang hilang akibat kecelakaan kerja
  2. Menghindari kerugian material dan jiwa akibat kecelakaan kerja
  3. Menciptakan tempat kerja yang efisien dan produktif karena tenaga kerja merasa aman dalam bekerja.
Di samping itu juga, Sistem Manajemen K3 juga memiliki banyak manfaat tidak langsung yakni:
  1. Meningkatkan image market terhadap perusahaan
  2. Menciptakan hubungan yang harmonis bagi karyawan dan perusahaan
  3. Perawatan terhadap mesin dan peralatan semakin baik, sehingga membuat umur alat semakin lama
Pentingnya K3

Kondisi global saat ini berpengaruh terhadap stabilitas usaha di Indonesia dan memberikan dampak kurang menguntungkan dan berimbas pada aspek perlindungan ketenagakerjaan. K3 merupakan salah satu aspek perlindungan ketenagakerjaan dan merupakan hak dasar dari setiap tenaga kerja yang ruang lingkupnya telah berkembang sampai kepada keselamatan dan kesehatan masyarakat secara nasional.

Pemikiran dasar dari K3 adalah melindungi keselamatan dan kesehatan para pekerja dalam menjalankan pekerjaannya, melalui upaya-upaya pengendalian semua bentuk potensi bahaya yang ada di lingkungan tempat kerjanya. Apabila semua potensi bahaya telah dikendalikan dan memenuhi batas standar aman, maka akan memberikan kontribusi terciptanya kondisi lingkungan kerja yang aman, sehat dan proses produksi menjadi lancar, yang pada akhirnya akan dapat menekan risiko kerugian dan berdampak terhadap peningkatan produktivitas.

Oleh karena itu dalam kondisi apapun K3 wajib untuk dilaksanakan sesuai dengan peraturan dan standar baik nasional maupun internasional. Guna mendukung terlaksananya K3 di Indonesia secara seragam dan serentak dalam rangka menjamin keselamatan tenaga kerja dan orang lain di tempat kerja, pengoperasian peralatan produksi secara amandan efisien serta memperlancar proses produksi maka sangatlah strategis bila mana dalam bulan K3 ini seluruh masyarakat untuk diberdayakan sehingga dapat diwujudkan Gerakan Efektif Masyarakat Membudayakan K3 (Gema Daya K3) secara nasional, regional dan bahkan secara internasional.

Gema Daya K3

Gema Daya K3 merupakan strategi dalam menyukseskan Gerakan Nasional Pembudayaan K3 yang ditujukan pada peningkatan peran aktif dan potensi masyarakat untuk mewujudkan budaya K3 di setiap tempat kerja dan dalam hal ini pemerintah, baik pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota sebagai motivator Gema Daya K3, maka kegiatan Gema Daya K3 sebagai gerakan bersama-sama, menyeluruh, dan terpadu harus dilaksanakan dengan rasa tanggungjawab secara berjenjang sesuai dengan tata cara sistem pemerintahan saat ini.

 
Untuk melaksanakan Gema Daya K3, pemerintah kabupaten/kota melalui kewenangannya untuk mengatur dan mengurus pelaksanaan di wilayahnya. Sedangkan pemerintah provinsi mempunyai kewenangan melakukan koordinasi kegiatan dan mendistribusikan hasil kegiatan sebagai laporan kepada pemerintah. Pemerintah dalam hal ini Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI bersama dengan pemangku kepentingan terkait menetapkan kebijakan dan program sebagai acuan, pedoman dan petunjuk pelaksanaan serta menidaklanjuti untuk pembinaan dan penghargaan secara nasional. Untuk penyelenggaraan Gema Daya K3, pemerintah mengeluarkan petunjuk pelaksanaan yang dapat digunakan sebagai pedoman oleh semua pihak dari tingkat pusat sampai daerah.

Melalui pengoptimalan Sistem Manajemen K3 dan mengupayakan Gema Daya K3 diharapkan seluruh lapisan masyarakat, baik masyarakat umum maupun industri, para cendikiawan, organisasi profesi, asosiasi dan lain-lain dapat termotivasi untuk berperan aktif dalam peningkatan pemasyarakatan K3 sehingga tercipta pelaksanaan K3 secara mandiri dan dapat mendukung pencapaian “Indonesia Berbudaya K3 Tahun 2015”.



Kebutuhan SDM dan Profesional K3 

Sumber daya manusia (SDM) dan professional di bidang keselamatan dan kesehatan kerja (K3) banyak dibutuhkan.
Dilihat dari sejarah modern, sebenarnya ada tiga tahap perkembangan kebutuhan profesional di bidang K3 dari dekade ke dekade yang bisa digambarkan pada grafik di bawah ini:
(klik gambar untuk memperbesar gambar)
Tahap I
  • Aktivitas sporadik
  • Pelayanan kedokteran ( terapi dan rehabilitasi) penyakit umum
  • Oleh perawat atau dokter umum dan perawat
  • Pasif menunggu pasien
  • Orientasi penyakit (masyarakat umum mengira sebagai pelayanan kesehatan kerja) 
Tahap II
  • Pelayanan kesehatan kerja komprehensif
  • Tak lengkap, tak khusus
  • Belum spesialisasi
  • Dominan masih terapi dan rehabilitasi  penyakit umum serta penyakit akibat kerja
  • Orientasi protektif dengan higiene industri, belum promotif
Tahap III
 
Pelayanan Kesehatan kerja fokus promotif dan protektif (lengkap, khusus, multidisiplin, terstandarisasi)

Sub tahap III A
  • Aktif bekerja dengan pekerja
  • Berorientasi risiko dan manajemen risiko
Pada sub tahap ini, tim terdiri dari professional:
*Dokter kesehatan kerja, perawat kesehatan kerja 
*Promosionis kesehatan pekerja
*Higienis industri
*Ergonom industri
*Pengembang organisasi kerja dan budaya kerja

Sub tahap III B

Tim A berkoordinasi untuk  terapi dan rehabilitasi, dan surveillance medik  dengan tambahan professional:
*Dokter spesialis kedokteran okupasi dan spesialis kedokteran lain, dalam bentuk out-sourcing.

(keseluruhan A dan B berciri komprehensif). 

Referensi: Kesehatan Kerja (definisi, ruang lingkup, penyakit akibat kerja & promosi kesehatan di tempat kerja), Dr. Robiana Modjo, SKM, MKes.

 

Tugas Pokok Pelayanan Kesehatan Kerja 

Profesional di bidang K3 ada beberapa macam. Ada yang dari kalangan engineer, kesehatan masyarakat, dokter dsb. yang masing-masing memiliki fokus dan keahlian yang bervariasi. Namun secara umum, sebagai profesional di bidang K3, mereka mempunyai tugas-tugas yang pada intinya sama.
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I. No. Per.03/Men/1982, pasal 2, tugas pokok Pelayanan Kesehatan Kerja meliputi:
  1. Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja, pemeriksaan berkala dan pemeriksaan kesehatan khusus
  2. Pembinaan dan pengawasan atas penyesuaian pekerjaan terhadap tenaga kerja
  3. Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja
  4. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan sanitair
  5. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan untuk kesehatan tenaga kerja
  6. Pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit umum dan penyakit akibat kerja 
  7. Pertolongan  Pertama Pada Kecelakaan 
  8. Pendidikan kesehatan untuk tenaga kerja dan latihan untuk petuga
  9. Memberikan nasihat mengenai perencanaan dan pembuatan tempat kerja, pemilihan alat pelindung diri yang diperlukan dan gizi serta penyelenggaraan makanan di tempat kerja
  10. Membantu usaha rehabilitasi akibat kecelakaan atau penyakit akibat kerja
    Pembinaan dan pengawasan terhadap tenaga kerja yang mempunyai kelainan tertentu dalam Kesehatannya
  11. Memberikan laporan berkala tentang pelayanan kesehatan kerja kepada pengurus.   

 

Keselamatan Berbasis Perilaku (Behavior Based Safety) 

Sebagian besar kecelakaan kerja dan near miss yang menimpa manusia di tempat kerja disebabkan oleh faktor perilaku dari manusia itu sendiri. Karena itulah faktor perilaku menjadi banyak sorotan utama dari tiap isu K3 di tempat kerja. Oleh karena itu program-program yang diterapkan untuk meningkatkan performa K3 pun harus menyentuh faktor perilaku yang selanjutnya sering disebut dengan Keselamatan Berbasis Perilaku atau dalam Bahasa Inggris dikenal dengan Behavior Based Safety (BBS). Kita mengenal banyak program-program seperti kampanye BBS, observasi BBS, dan program-program lainnya yang biasanya berbau kampanye, commentary, dan observasi yang berkaitan dengan perilaku pekerja. Perilaku yang dimaksud disini berhubungan dengan perilaku manusia saat bekerja atau berada di area kerja yang sangat banyak bersinggungan dengan alat-alat kerja, benda kerja, kendaraan kerja, langkah / prosedur kerja, dan sebagainya.


Apa itu perilaku?

Menurut Geller (2001), perilaku mengacu pada tingkah laku atau tindakan individu yang dapat diamati oleh orang lain. Dengan kata lain, perilaku adalah apa yang seseorang katakan atau lakukan yang merupakan hasil dari pikirannya, perasaannya, atau diyakininya. Perilaku manusia menurut Dolores dan Johnson (2005 dalam Anggraini, 2011) adalah sekumpulan perilaku yang dimiliki oleh manusia dan dipengaruhi oleh adat, sikap, emosi, nilai, etika, kekuasaan, persuasi, dan atau genetika. Skinner, merumuskan bahwa perilaku merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan dan respon. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespon, maka teori Skinner ini disebut dengan teori “S-O-R” atau “Stimulus-Organisme-Respons”.

Faktor penentu perilaku terbagi atas 2 bagian yakni faktor internal, yaitu karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat bawaan dan berfungsi untuk mengolah rangsangan dari luar, misalnya tingkat pengetahuan, kecerdasan, persepsi, emosi, motivasi, jenis kelamin, dan sebagainya dan faktor eksternal, meliputi lingkungan sekitar, baik fisik maupun non-fisik, seperti iklim, manusia, sosial, budaya, ekonomi, politik, kebudayaan dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan mewarnai perilaku seseorang.

Dari definisi-definisi di atas dapat dilihat bahwa perilaku berkaitan dengan faktor internal seperti pikiran dan emosi serta adat atau budaya, karena itulah ada istilah safety culture. Selain itu juga dapat dilihat bahwa salah satu faktor internal yakni pengetahuan sangat berpengaruh terhadap perilaku manusia, karena itu ada program safety awareness untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan manusia mengenai keselamatan. Selain itu dapat dilihat bahwa perilaku berhubungan dengan faktor eksternal dan stimulus, oleh karena itu program-program yang dapat memberikan stimulus terhadap perllaku pekerja seperti kampanye, observasi, bahkan reward dan punishment itu memang harus diterapkan.

Jika sebagian besar kecelakaan kerja disebabkan karena faktor perilaku apakah ini berarti kita harus lebih banyak menekankan program K3 pada faktor perilaku daripada faktor desain tempat / sistem kerja?

Faktor perilaku memang penting bahkan sangat amat penting. Namun bukan berarti kita tidak perlu fokus ke desain tempat kerja dan teknologi atau aspek engineering untuk safety saat bekerja. Bisa jadi kita justru harus fokus di aspek teknologi atau engineering ini, mengapa? Karena teknologi sedikit banyak dapat “menutupi” faktor perilaku manusia dan perlu diingat  bahwa terdapat banyak sekali kesalahan yang diakibatkan perilaku manusia dalam sistem termasuk sistem kerja. Penerapan teknologi yang melibatkan perilaku manusia (human behavior) termasuk juga human factors harus diterapkan untuk mengurangi kesalahan yang disebabkan oleh faktor perilaku. Karena seperti yang telah disebutkan di atas, perilaku selain ditentukan dari faktor eksternal juga ditentukan dari faktor internal yang sudah melekat pada diri manusia tersebut.

 Faktor-faktor internal biasanya berupa karakteristik atau kapasitas seperti kognisi, kecerdasan, persepsi, jenis kelamin yang dapat menimbulkan perilaku manusia yang tidak diinginkan ketika desain lingkungan kerja melebihi kapasitas manusia tersebut. Sebagai contoh peningkatan desain dan teknologi pada pesawat luar angkasa dan pada kendaraan telah banyak sekali mengurangi insiden yang disebabkan oleh human error salah satunya adalah karena teknologi dapat menjadi barrier dan dapat menggantikan beberapa peran dan pekerjaan manusia yang dirasa berpotensi melebihi kapasitas manusia seperti pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan ketelitian tinggi atau pekerjaan yang berulang-ulang atau pekerjaan yang sangat dekat dengan sumber bahaya kerja dan sebagainya. Dengan desain ini kesalahan akibat perilaku manusia dapat dicegah atau dibatasi efeknya. Desain yang kita maksudkan disini tentunya harus mengacu pada hierarki kontrol yakni eliminasi, substitusi, engineering control, administrative control, dan alat pelindung diri.

Apakah program-program dengan sasaran BBS itu efektif?


Beberapa orang berpendapat bahwa untuk mengampanyekan BBS lebih efektif melalui meeting informal ataupun obrolan-obrolan ringan daripada meeting resmi atau acara kampanye atau workshop resmi. Apakah Anda setuju dan memiliki pengalaman serupa? Memang proses sosialisasi BBS itu sangat menantang karena hal ini sangat berkaitan dengan budaya disiplin dan di masyarakat negara kita masih cukup “baru” dengan safety culture ini dan diakui atau tidak diakui budaya disiplin di negara kita juga masih perlu banyak perbaikan. Namun jangan khawatir, perubahan budaya dan perilaku dapat terjadi melalui proses pembelajaran dan peningkatan awareness. Proses pembelajaran tersebut terjadi dengan baik bila proses pembelajaran tersebut menghasilkan perubahan perilaku yang relatif permanen.

Kesimpulannya, perilaku manusia sangat berkontribusi dalam performa K3 di tempat kerja. Karena itu program untuk meningkatkan Keselamatan Berbasis Perilaku (Behavior Based Safety) yang efektif harus diterapkan sebagai salah satu usaha untuk meningkatkan performa K3 di tempat kerja.